Sunset Terakhir di Teheran
[caption id="attachment_63" align="alignleft" width="275"] Sunset Terakhir di Teheran[/caption]
Judul : Sunset Terakhir di Teheran
Pengarang : Zhaenal Fanani
Editor : Addin Negara
Tahun Terbit : Juli 2012
Penerbit : DIVA Press
Cetakan : Pertama
Tebal Buku : 426 hal.
Zhaenal Fanani,lahir 7 Maret di Dampit, Malang, Jawa Timur. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuhnya, yaitu: SD Negeri Dampit 1, MtsN Malang, MA. Malang dan Unisma.sempat beberapa tahun nyantri di Pondok Pesantren Raudalatul Muta’allimien dan Pondok Pesantren Salafiah Shirotul Fuqoha’, Malang. Ia menulis serial silat pada kurun waktu 1993-1997: Pendekar Mata Keranjang; 12 episode (Cinta Media, Jakarta), Joko Sableng ; 53 episode( Cinta Media, Jakarta), dan Pendekar Seribu Bayangan; 18 episode (Karya Anda, Surabaya).
Dan karyanya yang lain yang telah terbit dalam bentuk buku: Madame Kalinyamat (DIVA Press, 2009), Tzu His (DIVA Press, 2009), Kantata Ababil (DIVA Press, 2010), Troy (DIVA Press, 2010), The Cronicle of Jengis Khan (DIVA Press, 2010), Aeromatical (DIVA Press, 2010), Sujudilah Cintamu! (DIVA Press, 2011), Gerbang Dunia Ketiga (DIVA Press, 2011), Hamaroch (DIVA Press, 2011), Tabut; Ark of Covenant (DIVA Press, 2011), Anak-Anak Langit (DIVA Press, 2011), Shema; Whirling Dervish Dance (DIVA Press, 2011), Senja di Alexanderia (DIVA Press, 2011), Menorah (DIVA Press, 2011), Karbala (DIVA Press, 2012), serta Bulan di Langit Athena (DIVA Press, 2012).
Surat Terakhir di Teheran. Mengisahkan seorang perempuan bernama Shana. Lengkapnya Roshanara. Gadis Teheran yang harus menghabiskan masa kecil di sebuah Yayasan Al-Kahfi yang didanai oleh IKRF(Imam Khomaeni Relief Foundationa). Ia pun tidak mengenal orang-orang yang disebut umi atau abi . baginya, Ibu dan Bapak adalah beberapa perempuan dan laki-laki yang bertugas di tempat itu sebagai staff pengajar atau pengurus. Dan, kalaupun ada seorang ibu lain, ia adalah seorang perempuan yang setiap akhir pekan hadir menjenguknya, Azeza Haqli. Yang akhirnya baru diketahui jika ternyata Azeza Haqli adalah ibu angkatnya. Kedua orang tuannya beserta sopir pribadinya tewas akibat mobil yang mereka tumpangi meledak karena bom. Dan Shana adalah satu-satunya korban yang selamat karena tubuhnya yang kala itu masih bayi melayang keluar dari dalam mobil dan jatuh beberapa puluh meter di dekat lapangan. Dan Shana tumbuh besar tanpa pernah melihat kedua orang tuanya. Naluri kecerdasannya membuat Ia berani hadir di kancah yang selama ini tertutup bagi komunitas seperti dirinya. Semua itu tak lepas dari peran Azeza Haqli yang selalu mendukungnya. Sampai suatu hari dirinya didatangi seorang laki-laki yang menawarkan kerja sama padanya. Dan berjanji akan menempatkan Shana di tempat yang selama ini menjadi impiannya. Anehnya, laki-laki tersebu tahu apa yang selama ini menjadi impian sana. Yaitu menjadi bagian “The Nuclear Technology/Research Center”. Sebuah kawasan tempat berkumpulnya hamper tiga ribu ilmuwan. Mereka, para ilmuan, menghabiskan hari dengan melakukan riset, menembus kekenyalan ilmu pengetahuan, menghitung probabilitas, dan menghasilkan penemuan-penemuan baru.
Awalnya Shana menolak. Karena merasa tidak mengenal laki-laki tersebut. Sampai suatu hari, kabar meninggalnya Azeza Haqli karena kecelakaan begitu mengejutkan dan menggoncang kehidupannya. Shana terpuruk. Dan laki-laki tersebut kembali menghubunginya. Yang membuat Shana semakin heran, laki-laki tersebut tahu nomor telefonnya dan menghubunginya dengan ID yang tak bisa dilacak. Laki-laki yang memperkenalkan diri dengan nama Marco Demeriz kembali mengusiknya. Mempertanyakan apakah peristiwa yang menimpa ibu angkatnya tidak ada kaitannya dengan kematian kedua orang tuannya? Shana terhenyak. Bukan saja oleh kenyataan bahwa Demeris tahu siapa dirinya, tapi juga oleh kenyataan yang sangat-sangat jauh dari dugaanya. Akhirnya Shana memutuskan. Ia menerima tawaran tersebut. Tawaran dengansebuah perjanjian untuk tidak mengatakan kepada siapapun tentang pembicaraan atau progam yang tengah ia jalankan. Dengan kata lain, Shana tidak boleh bersosialisasi dengan orang lain. Awalnya Shana tidak keberatan dengan perjanjian tersebut. Tapi pertemuannya dengan seorang pemuda di persimpangan jalan merubah pemikirannya. Dan membuatnya menyesali telah menyetujui perjanjian tersebut. Pemuda bernama Rizal jurnalis asal Indonesia tersebut telah berhasil menyita seluru waktu dalam hidupnya. Di manapun dan ke mana pun dirinya berada, bayangan Rizal sekalipun tak pernah sirna. Begitupun sebaliknya. Hari-hari Rizal tak pernah berhenti memikirkan Shana. Cinta telah hadir diantara keduanya. Suatu ketika Rizal mendapat telefon dari seorang laki-laki yang memintanya untuk menjauhi Shana. Dan ketika Rizal menolak, laki-laki tersebut tidak memberinya pilihan. Tetapi perintah yang harus dijalankan. Tanda Tanya besar menyeruak di benak Rizal. Apalagi ID Sang Penelfon sama sekali tak terlacak. Siapa lelaki itu sebenarnya? Dan apa hubungannya dengan Shana, sehingga permintaanya seolah hokum yang harus dijalankan? Sedangkan Shana sama sekali tidak member penjelasan padanya. Hanya memintanya untuk percaya padanya, dan suatu saat akan tanpa diminta pun Shana akan menjelaskan semuanya. Tapi kapan? Shana tak bisa memberi kepastian. Sedang Rizal terus didera perasaan resah yang tak dapat dibendungnya. Sampai suatu ketika, Shana mendapat tugas untuk mewawancarai seseorang yang berada di penjara. Seseorang yang dianggap mata-mata negara dan meminta dokumen yang katanya disembunikannya. Tapi belum sempat Shana menjalankan tugasnya, dirinya dikejutkan dengan kabar dari Rizal. Apakah Shana akan beralih memburu Rizal? Akankah dokumen itu berpindah ke tangan pemerintah Iran atau jatuh pada pihak yang ingin menghancurkan Iran? Lalu bagaimana dengan kisah cinta mereka berdua?
Rangkaian skenario dan intrik mendebarkan tersaji dengan apik, mengajak Anda mengarungi lorong dunia spionase yang selama ini seolah tak tersentuh. Mendebarkan dan menggetarkan!
“Terkadang, cinta memang harus dibayar mahal. Dan, hadir di saat yang tidak tepat.”
Sayangnya, dalam dialog antar tokoh, tidak selipkan bahasa Iran. Hanya dijelaskan jika percakapan mereka menggunakan bahasa Iran. Mungkin akan lebih hidup jika bahasa yang digunakan terselip bahasa Iran dengan diperjelas adanya cacatan kaki. Walaupun begitu, cerita tetapmengalir dan tidak terkesan kaku.
Selamat membaca.
Judul : Sunset Terakhir di Teheran
Pengarang : Zhaenal Fanani
Editor : Addin Negara
Tahun Terbit : Juli 2012
Penerbit : DIVA Press
Cetakan : Pertama
Tebal Buku : 426 hal.
Zhaenal Fanani,lahir 7 Maret di Dampit, Malang, Jawa Timur. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuhnya, yaitu: SD Negeri Dampit 1, MtsN Malang, MA. Malang dan Unisma.sempat beberapa tahun nyantri di Pondok Pesantren Raudalatul Muta’allimien dan Pondok Pesantren Salafiah Shirotul Fuqoha’, Malang. Ia menulis serial silat pada kurun waktu 1993-1997: Pendekar Mata Keranjang; 12 episode (Cinta Media, Jakarta), Joko Sableng ; 53 episode( Cinta Media, Jakarta), dan Pendekar Seribu Bayangan; 18 episode (Karya Anda, Surabaya).
Dan karyanya yang lain yang telah terbit dalam bentuk buku: Madame Kalinyamat (DIVA Press, 2009), Tzu His (DIVA Press, 2009), Kantata Ababil (DIVA Press, 2010), Troy (DIVA Press, 2010), The Cronicle of Jengis Khan (DIVA Press, 2010), Aeromatical (DIVA Press, 2010), Sujudilah Cintamu! (DIVA Press, 2011), Gerbang Dunia Ketiga (DIVA Press, 2011), Hamaroch (DIVA Press, 2011), Tabut; Ark of Covenant (DIVA Press, 2011), Anak-Anak Langit (DIVA Press, 2011), Shema; Whirling Dervish Dance (DIVA Press, 2011), Senja di Alexanderia (DIVA Press, 2011), Menorah (DIVA Press, 2011), Karbala (DIVA Press, 2012), serta Bulan di Langit Athena (DIVA Press, 2012).
Surat Terakhir di Teheran. Mengisahkan seorang perempuan bernama Shana. Lengkapnya Roshanara. Gadis Teheran yang harus menghabiskan masa kecil di sebuah Yayasan Al-Kahfi yang didanai oleh IKRF(Imam Khomaeni Relief Foundationa). Ia pun tidak mengenal orang-orang yang disebut umi atau abi . baginya, Ibu dan Bapak adalah beberapa perempuan dan laki-laki yang bertugas di tempat itu sebagai staff pengajar atau pengurus. Dan, kalaupun ada seorang ibu lain, ia adalah seorang perempuan yang setiap akhir pekan hadir menjenguknya, Azeza Haqli. Yang akhirnya baru diketahui jika ternyata Azeza Haqli adalah ibu angkatnya. Kedua orang tuannya beserta sopir pribadinya tewas akibat mobil yang mereka tumpangi meledak karena bom. Dan Shana adalah satu-satunya korban yang selamat karena tubuhnya yang kala itu masih bayi melayang keluar dari dalam mobil dan jatuh beberapa puluh meter di dekat lapangan. Dan Shana tumbuh besar tanpa pernah melihat kedua orang tuanya. Naluri kecerdasannya membuat Ia berani hadir di kancah yang selama ini tertutup bagi komunitas seperti dirinya. Semua itu tak lepas dari peran Azeza Haqli yang selalu mendukungnya. Sampai suatu hari dirinya didatangi seorang laki-laki yang menawarkan kerja sama padanya. Dan berjanji akan menempatkan Shana di tempat yang selama ini menjadi impiannya. Anehnya, laki-laki tersebu tahu apa yang selama ini menjadi impian sana. Yaitu menjadi bagian “The Nuclear Technology/Research Center”. Sebuah kawasan tempat berkumpulnya hamper tiga ribu ilmuwan. Mereka, para ilmuan, menghabiskan hari dengan melakukan riset, menembus kekenyalan ilmu pengetahuan, menghitung probabilitas, dan menghasilkan penemuan-penemuan baru.
Awalnya Shana menolak. Karena merasa tidak mengenal laki-laki tersebut. Sampai suatu hari, kabar meninggalnya Azeza Haqli karena kecelakaan begitu mengejutkan dan menggoncang kehidupannya. Shana terpuruk. Dan laki-laki tersebut kembali menghubunginya. Yang membuat Shana semakin heran, laki-laki tersebut tahu nomor telefonnya dan menghubunginya dengan ID yang tak bisa dilacak. Laki-laki yang memperkenalkan diri dengan nama Marco Demeriz kembali mengusiknya. Mempertanyakan apakah peristiwa yang menimpa ibu angkatnya tidak ada kaitannya dengan kematian kedua orang tuannya? Shana terhenyak. Bukan saja oleh kenyataan bahwa Demeris tahu siapa dirinya, tapi juga oleh kenyataan yang sangat-sangat jauh dari dugaanya. Akhirnya Shana memutuskan. Ia menerima tawaran tersebut. Tawaran dengansebuah perjanjian untuk tidak mengatakan kepada siapapun tentang pembicaraan atau progam yang tengah ia jalankan. Dengan kata lain, Shana tidak boleh bersosialisasi dengan orang lain. Awalnya Shana tidak keberatan dengan perjanjian tersebut. Tapi pertemuannya dengan seorang pemuda di persimpangan jalan merubah pemikirannya. Dan membuatnya menyesali telah menyetujui perjanjian tersebut. Pemuda bernama Rizal jurnalis asal Indonesia tersebut telah berhasil menyita seluru waktu dalam hidupnya. Di manapun dan ke mana pun dirinya berada, bayangan Rizal sekalipun tak pernah sirna. Begitupun sebaliknya. Hari-hari Rizal tak pernah berhenti memikirkan Shana. Cinta telah hadir diantara keduanya. Suatu ketika Rizal mendapat telefon dari seorang laki-laki yang memintanya untuk menjauhi Shana. Dan ketika Rizal menolak, laki-laki tersebut tidak memberinya pilihan. Tetapi perintah yang harus dijalankan. Tanda Tanya besar menyeruak di benak Rizal. Apalagi ID Sang Penelfon sama sekali tak terlacak. Siapa lelaki itu sebenarnya? Dan apa hubungannya dengan Shana, sehingga permintaanya seolah hokum yang harus dijalankan? Sedangkan Shana sama sekali tidak member penjelasan padanya. Hanya memintanya untuk percaya padanya, dan suatu saat akan tanpa diminta pun Shana akan menjelaskan semuanya. Tapi kapan? Shana tak bisa memberi kepastian. Sedang Rizal terus didera perasaan resah yang tak dapat dibendungnya. Sampai suatu ketika, Shana mendapat tugas untuk mewawancarai seseorang yang berada di penjara. Seseorang yang dianggap mata-mata negara dan meminta dokumen yang katanya disembunikannya. Tapi belum sempat Shana menjalankan tugasnya, dirinya dikejutkan dengan kabar dari Rizal. Apakah Shana akan beralih memburu Rizal? Akankah dokumen itu berpindah ke tangan pemerintah Iran atau jatuh pada pihak yang ingin menghancurkan Iran? Lalu bagaimana dengan kisah cinta mereka berdua?
Rangkaian skenario dan intrik mendebarkan tersaji dengan apik, mengajak Anda mengarungi lorong dunia spionase yang selama ini seolah tak tersentuh. Mendebarkan dan menggetarkan!
“Terkadang, cinta memang harus dibayar mahal. Dan, hadir di saat yang tidak tepat.”
Sayangnya, dalam dialog antar tokoh, tidak selipkan bahasa Iran. Hanya dijelaskan jika percakapan mereka menggunakan bahasa Iran. Mungkin akan lebih hidup jika bahasa yang digunakan terselip bahasa Iran dengan diperjelas adanya cacatan kaki. Walaupun begitu, cerita tetapmengalir dan tidak terkesan kaku.
Selamat membaca.
Comments
Post a Comment